Laman

Translate

[01 - 05 - 2017] May Day, Serikat Buruh Migran Gelar Aksi di Sejumlah Daerah

Feri Agus Setyawan, CNN Indonesia

 Ilustrasi demo buruh. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia - Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto menyatakan pihaknya bakal menggelar aksi di sejumlah daerah saat Hari Buruh Internasional atau May Day besok, Senin (1/5).

Menurutnya, aksi tersebut akan dilakukan bersama kelompok Jaringan Buruh Migran (JBM) dan jaringan buruh di daerah masing-masing. 

Hariyanto menyebut, aksi turun ke jalan pagi ini, diselenggarakan di Jakarta, Indramayu, Jawa Barat dan sejumlah daerah di Jawa Timur. Dia menuturkan, akan ada 1000 buruh yang tergabung dalam SBMI dan buruh-buruh yang ada di daerah tersebut. "Kami ikut aksi jaringan , dengan komite May Day. Ada di Jawa timur, Jawa Barat fokus di Indramayu. Ini yang turun aksi ke jalan," kata Hariyanto saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Minggu (30/4).


Hariyanto mengungkapkan, rencana aksi mereka di Indramayu sempat terkendala izin dari pihak kepolisian. Namun, setelah dilakukan dialog dan koordinasi lebih lanjut, pihaknya mengaku telah mengantongi izin untuk turun ke jalan pada May Day 2017.

"Sempat juga pihak kepolisian Indramayu menolak surat pemberitahuan aksi. Namun hari ini sudah beres ada negosiasi untuk tetap bisa aksi besok," kata Hariyanto.

Selain melakukan aksi turun ke jalan, kata Hariyanto, pihaknya juga menggelar dialog di sejumlah daerah dengan pejabat setempat. Menurut Hariyanto, kegiatan tersebut akan dilakukan di Nusa Tenggara Barat, Banten dan Lampung. 

"Misalnya NTB, Banten, dan Lampung - lebih berdialog menyampaikan aspirasinya di dalam Disnakertrans masing-masing," tuturnya. 

Hariyanto mengatakan, isu utama yang mereka suarakan saat May Day nanti adalah soal kepastian perlindungan buruh migran di sejumlah negara asing.

Menurut dia, pemerintah Indonesia masih kurang maksimal dalam memberikan jaminan perlindungan kepada para pekerja Indonesia di luar sana, termasuk dalam hal imigrasi. 

Haryanto menjelaskan, dari data yang dimiliki SBMI setidaknya dalam kurun waktu dua tahun terakhir, 2015-2016, ada 1.501 pengaduan masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari berbagai negara.

Revisi Undang-Undang

Khusus di Hong Kong, yang dianggap lebih baik memberikan perlindungan bagi pekerja migran, ternyata masih banyak mengalami masalah, kata dia. Ada 215 kasus aduan yang diterima dari para pekerja migran. 

"93% adalah kasus pelanggaran perjanjian penempatan yang menyebabkan pekerja migran mengalami pembebanan biaya yang mahal/overcharging," ujarnya.

Haryanto menyatakan, lewat aksi May Day 2017, pihaknya meminta pemerintah untuk serius memperbaiki dan mengevaluasi tata kelola pelayanan dan pekerja migran di seluruh negara yang menjadi tujuan mereka bekerja.

Dia juga menekankan, pihaknya meminta pemerintah dan DPR serius dalam membahas isi revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, sesuai dengan prinsip perlindungan secara menyeluruh berdasarkan Konvensi PBB 1990 dan CEDAW.

"Secara substansi tuntutannya sama lebih pada penekanan tata kelola imigrasi yang lebih baik dan bisa melindungi buruh migran lewat RUU Nomor 39/2004," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan