Laman

Translate

Audiensi bersama Kemsetneg "Memastikan Negara Hadir Memberikan Perlindungan pada PMI"

Audiensi dengan Kementerian Sekretariat Negara

“Memastikan Negara Hadir Memberikan Perlindungan pada PMI” 


Jaringan Buruh Migran (JBM) merupakan Koalisi 28 organisasi dari berbagai organisasi buruh dalam dan luar negeri serta organisasi pemerhati buruh migran. JBM lahir karena keprihatinan akan masih rendahnya perlindungan bagi buruh migran dari segi kebijakan. Dalam sejarahnya, JBM yang dulu bernama JARI PPTKILN semenjak tahun 2010 telah aktif melakukan pengawalan terhadap proses pembahasan revisi UU No 39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Pada Jumat, 11 Desember 2020, pukul 14.45 WIB, JBM bersama dengan SBMI, dan HRWG kembali melaksanakan audiensi dengan pihak pemerintahan, yaitu Kementerian Sekretariat Negara. Audiensi ini masih dilakukan guna mengetahui update perkembangan terkait aturan turunan UU PPMI. Audiensi ini berlangsung selama 2 jam 30 menit.

Seperti yang telah dijabarkan pada ulasan audiensi dengan Kementerian Luar Negeri, untuk RPP Perlindungan sudah berada di Kementerian Sekretariat Negara. Hanung Cahyono selaku Asisten Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Kementerian Sekretariat Negara mengatakan hal serupa. Untuk RPP Perlindungan sudah berada di tahap penandatanganan Menteri-menteri terkait.

Seperti yang kita ketahui bersama, RPP Perlindungan merupakan salah satu amanah dari berbagai pasal di UU PPMI.  Menurut Hanung, untuk mengatasi kebertumpukan berbagai pasal tersebut, akhirnya dirangkum menjadi satu kesatuan sehingga PP yang akan dibentuk tidak terlalu banyak. Simplifikasi aturan ini diatur dalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden dalam Keppres 11 dan 12 Tahun 2019. Di antaranya terdapat 2 Peraturan Presiden dan 3 Peraturan Pemerintah yang akan dibentuk guna melaksanakan amanat UU 18 Tahun 2017. 2 Perpres di antaranya mengenai Badan Pelayanan dan Pelindungan PMI, serta Tugas dan Wewenang Atase Ketenagakerjaan. Sedangkan 3 Peraturan Pemerintah, di antaranya mengenai Pelaksana Pelindungan PMI, Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan, serta Penempatan PMI oleh Badan.

Setiap rancangan PP dibuat oleh Kemnaker, lalu akan diberikan konsultasi publik, kemudian dilakukan harmonisasi antar Kementrian dan terakhir dimintakan pemetaan pada presiden.  Pada RPP Perlindungan yang sudah berada di tahap penandatanganan oleh Menteri, Sekneg harus memastikan apakah masih ada Menteri yang tidak setuju. Pada proses demokrasi inilah kadang berlarut-larut hingga mengakibatkan tertundanya penandatanganan dan proses menuju pengesahan terhambat.

Hanung juga menjabarkan alasan keterlambatan pengesahan aturan turunan yang melewati mandat dan amanah dalam pasal 90 UU PPMI. RPP Perlindungan terlambat untuk disahkan karena terdapat berbagai bahasan dan harmonisasi antar Kementerian. Pambahasan yang dilakukan antar Kementerian cukup memakan waktu karena bersifat multisektoral. Setiap Kementerian yang terkait sama-sama memiliki kewenangan, sehingga pembahasannya harus terus dipadu-padankan agar terhindar dari kebertumpukan pasal. Pembahasannya kini telah selasai, hingga tinggal menunggu dan mencari tahu mengapa paraf-paraf ini memakan waktu cukup lama.

Dalam audiensi ini, Savitri Wisnuwardhani selaku Seknas Jaringan Buruh Migran (JBM) menyampaikan bahwa pembahasan mengenai LTSA diharapkan dapat terlepas dari RPP Perlindungan dan menjadi PP tersendiri. Kinerja LTSA akan sangat krusial bagi PMI, hingga membutuhkan perhatian dan fokus tersendiri. Jika melihat pada RPP Perlindungan, RPP tersebut secara substansi sangat berat dan sudah cukup tebal, sehingga bila digabungkan menjadi satu kesatuan, LTSA tidak akan terakomodir dengan baik. Bila melihat salah satu hipotesa yang keluar mengenai LTSA, walau LTSA sudah terbentuk, namun fungsi dari LTSA belum terlihat.

LTSA yang sudah ada memiliki berbagai kendala, seperti masih banyak PMI yang belum mengetahui mengenai LTSA dan fasilitas-fasilitas apa saja yang diberikan, jarak yang harus ditempuh PMI untuk menuju LTSA cukup jauh, birokrasi yang masih kurang ramah pada PMI, dan tidak semua meja-meja telah terisi oleh instansi dan dinas terkait. Dampak yang sering terjadi salah satunya ialah terdapat kesalahan dalam pengisian dokumen-dokumen.

Bobi Anwar Ma’arif selaku Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menambahkan bahwa terkait dengan LTSA, masih banyak LTSA yang belum terintegrasi dengan instansi/ dinas. LTSA yang akan menjadi pusat layanan memerlukan perhatian dan perlu terintegrasi dengan baik. Namun, dalam realitanya, LTSA, terutama yang berada di daerah-daerah masih belum terintegrasi dengan baik. Oleh karena itu, Pemerintahan Pusat perlu membentuk suatu panduan agar pembentukan Perda terkait ini tidak berbeda-beda antar daerah.

Selain itu, Bobi menyatakan masih terdapat masalah lain yang sangat krusial, yaitu Calo. Permasalahan Calo ini akan berujung pada besarnya biaya penempatan, perdagangan orang, serta unprosedural pekerja. Untuk menghadapi Calo ini, beberapa Kementerian sudah membuat beberapa aplikasi yang dapat diakses melalui hp oleh PMI. Namun, aplikasi ini masih berbeda-beda dan tidak memiliki pangkalan data yang sama. Hal ini mengakibatkan aplikasi tersebut belum secara efektif dapat menjadi alat kerja bersama.

Dalam hal ini, menurut Savitri, dalam UU PMI terdapat mandat agar Pemda membuat basis data, sedangkan pada pemerintahan Pusat tidak ada aturan terkait sehingga menyebabkan tidak adanya kiblat/ parameter yang baik untuk basis data. Sekarang, masing-masing daerah masih memiliki basis data masing-masing. Oleh karena hal tersebut, Pemerintahan Pusat harus segera membentuk suatu parameter, sehingga yang di Daerah tinggal mengikuti. Dan untuk Calo, di dalam RPP harus lebih jelas lagi diatur mengenai bagaimana cara melegitimasi dan apa saja yang bisa dilakukan untuk menghentikan calo-calo ini. Calo-calo ini biasanya berasal dari perseorangan, dan dari P3MI. Dalam hal inilah, fungsi pengawasan harus diterapkan secara ketat sedari awal proses perekrutan hingga PMI kembali pulang.

 

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan