Laman

Translate

Jaringan Buruh Migran melakukan Diskusi dengan Media Tempo membahas Permasalahan Buruh Migran


Jaringan Buruh Migran (JBM) yang merupakan koalisi dari 28 organisasi buruh migran, organisasi buruh dan organisasi pemerhati buruh migran baik didalam dan diluar negeri. Jaringan buruh migran juga secara aktif telah mengawal revisi UU 39/2004 selama 7 tahun lamanya, hingga disahkan menjadi UU No 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang lebih berdalih ‘Perlindungan’. UU No 18/2017 tentang PPMI yang masih panas ini, sedang dalam tahap penyusunan Peraturan Pelaksananya. Oleh karenanya, demi mewujudkan protection without border untuk Pekerja Migran Indonesia, maka JBM melakukan roadshow ke media-media agar media juga turut mengawal peraturan turunan UU PPMI seperti media telah mengawal disahkannya UU PPMI.  
Pada tanggal 05 April 2018, Perwakilan dari Tempo yang menerima dan menjamu JBM adalah Sunudyantoro (Journalist). Perwakilan anggota JBM yang hadir dalam pertemuan roadshow media adalah Boby Alwy (SBMI), Oky Wiratama (LBH Jakarta), Wike (HRWG) dan Rosi (JBM).  
Dalam Pertemuan tersebut, Oky (LBH Jakarta) membuka diskusi dengan menyosialisasikan perubahan UU 39/2004 menjadi UU 18/2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Sayangnya, UU PPMI ternyata belum secara kritis dan rinci mengatur mengenai bantuan hukum (terutama untuk TPPO). Padahal kasus-kasus yang menimpa Pekerja Migran Indonesia akhir-akhir ini adalah kasus TPPO seperti kasus Milka, tambah Oky.  

Bobby (SBMI) menanggapi dengan mengungkapkan bahwa terdapat kelemahan pada sanksi trafficking, yakni jika tidak bisa membayar restitusi maka hanya ditambah sanksi kurungan penjara saja.

Dalam perlindungan Pekerja Migran di ASEAN, Wike (HRWG) mengungkapkan bahwa CSO dari 10 negara ASEAN telah  memberikan rekomendasi untuk Regional Plan of Action (RPA) ASEAN Consensus. Dalam rekomendasi tersebut, menyangkut beberapa hal yaitu; kerja layak, jaminan sosial, hak-hak perlindungan pekerja migran tidak berdokumen, bantuan hukum, informasi, pemberdayaan, repatriasi dan reintegrasi untuk Pekerja Migran. Simpulnya, CSO tetap mendorong pemerintah untuk mengubah sifat ASEAN Consensus agar menjadi legally binding. 

Bobby (SBMI), Oky (LBH Jakarta), Wike (HRWG) menekankan bahwa terdapat 3 hal pokok perbaikan dalam UU PPMI yakn 1. Tata Kelola; di mana peran swasta tidak lagi di perbesar dalam proses migrasi, hanya menjadi travel agent, 2. Tugas dan tanggung jawab instansi pemerintah lebih jelas, termasuk melibatkan pemerintah desa, 3. Adanya beberapa macam perlindungan buruh migran dari pra-masa-purna penempatan melalui administrasi, bantuan hukum, sosial dan ekonomi. Bobby juga menegaskan bahwa seharusnya struktur BNP didaerah itu tidak ada, karena sudah ada Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di daerah.  Meski sudah terdapat kelebihan dalam UU PPMI, namun masih terdapat kelemahan UU PPMI. Oleh karenanya kedepan diharapkan kelemahan dari UU PPMI dapat diperbaiki pada peraturan turunan UU PPMI.  

Diskusi hampir dua jam diakhiri dengan foto bersama antara JBM dan Tempo. JBM juga memberikan souvenir hasil kerja JBM berupa infografis dan policy brief.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan