Laman

Translate

Sikap JBM terhadap Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Sikap JBM terhadap Pengesahan RUU Perlindungan  Pekerja Migran Indonesia

Hari ini, 25 Oktober 2017, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU PPMI) disahkan di Paripurna pukul 10.00. Jaringan Buruh Migran (JBM) yang terdiri dari 26 organisasi di dalam dan di luar negeri, telah mengawal RUU PPMI dari tahun 2010. Sudah tujuh tahun RUU  ini dibahas dan akhirnya disahkan. 

Kami mengapresiasi Panja RUU PPMI dalam menyelesaian RUU PPMI. Kami juga berterimakasih kepada seluruh pihak dan media yang terus memantau, mengawal RUU PPMI hingga disahkan.

Jaringan Buruh Migran (JBM) memandang ada perubahan signifikan dari RUU PPMI diantaranya yaitu: 
1. Definisi buruh migran dan anggota keluarga (darat dan laut) telah sesuai dengan konvensi PBB 1990.
2. Konvensi PBB 1990 masuk dalam konsideran, sehingga pengakuan hak-hak buruh migran lebih banyak, salah satunya kebebasan berserikat, perlindungan sosial, ekonomi dan hukum.
3. Pendidikan dan pelatihan menjadi tanggungjawab pemerintah (sebelumnya PJTKI),  ini akan meningkatkan keterampilan calon pekerja migran tidak hanya formalitas, dan mengurangi biaya penempatan hingga 8 juta. 
4. Layanan informasi ketenagakerjaan dan pendataan sejak dari desa.
5. Ada kejelasan pembagian kewenangan operator dan regulator (Kementerian dan Badan), serta pembagian tugas dan wewenang pemerintah pusat, provinsi, daerah dan desa.
6. Rezim asuransi TKI diganti dengan BPJS.
7. Layanan LTSA di daerah-daerah, sehingga tidak harus dilakukan di Pusat. 
8. Menghapus KTKLN, kartu yang sering menjadi alat untuk pemerasan pekerja migran.
9. Penguatan peran Atase ketenagakerjaan di luar negeri.
10. Dalam endorse job order ada verifikasi agency dan calon pemberi kerja oleh Atase Ketenagakerjaan.
11. Pengurangan peran PJTKI.
12. Sanksi tidak hanya untuk korporasi tetapi juga untuk pejabat.
13. Pasal mengenai konflik of interest (pejabat yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan tindakan penempatan dan perlindungan dilarang merangkap sebagai komisaris/pengurus perusahaan penempatan).
14. Aturan turunan dibatasi dua tahun harus selesai. Sebelumnya ada amanat undang undang yang tidak dilaksanakan. 

Namun masih terdapat kelemahan antara lain :

1. Mekanimse penempatan masih harus melalui PJTKI, PRT belum bisa menjadi pekerja mandiri, masih harus melalui PJTKI.
2. Perjanjian kerja belum memastikan berlaku di kedua negara dan mekanisme penyelesaian sengketa belum memasukkan qoasi peradilan.
3. Jaminan sosial belum mencakup resiko yang sering dialami buruh migran yakni PHK sepihak dan gaji tidak dibayar.
4. Pelibatan peran serta masyarakat masih lemah, karena dalam pelaksanaan pengawasan pelindungan berkata “dapat” melibatkan masyarakat.
5. Untuk sanksi pidana masih terdapat kelemahan :
a. Beberapa sanksi tidak mencantumkan hukuman minimal akibatnya tergantung hakim dalam memberikan keputusan
b. Korban menjadi korban karena memiliki peluang untuk dihukum
c. Pengurus korporasi tidak dipidana, 
d. Bantuan hukum diatur dalam pasal hak, tidak diatur dalam bab khusus bantuan hukum bagi pekerja migran Indonesia sehingga cara mengakses, lembaga mana yang harus dituju, berapa lama penyelesaian sengketa, apakah didampingi pengacara atau tidak belum belum.
6. Mekanisme penyelesaian sengketa, pemerintah tidak membuat kuasi peradilan dan berpotensi cuci tangan dari tanggungjawab perlindungan bagi buruh migran. (Pasal 77 ayat 3 : jika tidak tercapai kesepakatan dapat mengajukan gugatan melalui peradilan).
7. Untuk kelembagaan, tugas dan fungsi pemerintah pusat dan daerah : 
a. belum diatur mengenai tugas pemerintah daerah untuk menangani kasus. Diharapkan di LTSA hal ini dapat terwujud
b. Pemerintah pusat belum diamanatkan membuat sistem data yang terintegrasi dari desa hingga di luar negeri.
8. Usulan DPR ttg Dewan Pengawasan tidak diakomodir.

Kami berharap kelemahan ini dapat diatur di peraturan turunan dengan melibatkan buruh migran, organisasi/serikat buruh migran dan organisasi yang peduli kepada buruh migran.

Jakarta, 25 Oktober 2017

JARINGAN BURUH MIGRAN (JBM)

SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO,  BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aid, Institute for Ecosoc Rights

Narahubung:
Savitri Wisnuwardhani (SekNas JBM)  : 082124714978  /  Boby Alwy (SBMI) : 085283006797

4 komentar:

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan