PENEGAKAN
DAN BANTUAN HUKUM DALAM RUU PPMI
Apakah dapat Meningkatkan Akses Keadilan bagi Buruh
Migran?
Pemerintah dan DPR
RI telah melakukan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI)
dan rencananya dalam waktu dekat akan segera mengesahkan RUU tersebut. Salah
satu isu krusial yang patut dikritisi dalam draft terakhir yang diberikan oleh
Pemerintah dan DPR adalah terkait Penegakan Hukum dan Bantuan Hukum untuk buruh
migran.
-
Penegakan Hukum melalui Pemberian Sanksi
Di
dalam batang tubuh RUU PPMI, pengaturan mengenai sanksi diatur melalui Pasal 74
yakni sanksi administratif, Pasal 79-87
yang mengatur sanksi pidana.
a.
Korban menjadi korban karena
memiliki peluang untuk dihukum
Sanksi
pidana yang terletak di Pasal 79 yang memungkinkan buruh migran yang “dipaksa”
atau “diperdaya” agar menyetujui dokumen palsu yang dibuatkan oleh calo atau
penyalur, turut menjadi pihak yang dikenakan hukuman. Sanksi ini secara tidak
langsung bertentangan dengan UU TPPO, Pasal 18 yang menyatakan bahwa “korban yang melakukan tindak pidana karena
dipaksa oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang, tidak dipidana”.
Seharusnya Pemerintah dan DPR dapat mempertimbangkan kesesuaian norma
pengaturan yang ada di dalam RUU PPMI dan juga UU TPPO sehingga tidak mengandung
makna yang bias.
b.
Pengurus Korporasi Tidak Dipidana
RUU
PPMI secara tidak langsung mengatur bahwa korporasi hanya dapat dipidana denda
dengan kata penghubung “dapat” dalam Pasal 87 “......dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan
penjatuhan pidana dapat dilakukan
terhadap korporasi dan/atau pengurusnya”. Penggunaan kata dapat tidak tepat
dalam perumusan sanksi pidana karena memunculkan ketidakpastian. Berdasarkan UU
No 12 Tahun 2011, bagian penjelasannya angka 118: “Rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan
atau norma perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal
yang memuat norma tersebut.” Seharusnya kata dapat harus dihilangkan.
Selain
itu, dalam UU No 12 Tahun 2011 juga diatur tentang pemberian sanksi pidana
untuk korporasi yaitu:
126. Tindak pidana dapat
dilakukan oleh orang-perorangan atau oleh korporasi. Pidana terhadap tindak
pidana yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada:
a. badan hukum antara lain
perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi; dan/atau
b. pemberi perintah untuk
melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan
tindak pidana.
Seharusnya pemberian sanksi bagi korporasi
berkiblat pada panduan yang sudah dibuat dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Bantuan Hukum dan Penyelesaian Sengketa untuk Buruh Migran
Pasal
21 dalam Bab Pelindungan Selama Bekerja dan Pasal 6 dalam
Bab Hak Calon dan/atau Buruh Migran menyebutkan tentang Bantuan Hukum di negara
setempat. Namun tidak
terdapat pasal khusus tentang bantuan hukum dan amanat peraturan turunannya,
sehingga pelaksanaan Pasal ini pun masih ambigu. Bagaimana buruh migran dapat
menggunakan haknya? Siapa yang harus ditemui saat buruh migran mendapatkan
kasus? Berapa lama mereka harus menunggu hingga dapat didampingi oleh
pengacara? Hal-hal tersebut di atas harus dibuat dalam peraturan teknis di
tingkat kementerian dan juga wajib dibuat SOP pengaduan di masing-masing kantor
perwakilan sehingga buruh migran yang menghadapi kasus dapat terjamin kepastian
hukumnya.
PENYELESAIAN
PERSELISIHAN: Pasal cuci tangan Pemerintah dari tanggung jawab perlindungan
Pasal 77 ayat 3
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, salah satu atau kedua belah
pihak dapat mengajukan tuntutan dan/atau gugatan melalui pengadilan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jaringan Buruh Migran konsisten mengusulkan
sistem quasi peradilan sebagai salah satu representasi kekuasaan kehakiman yang
dapat menyelesaikan perselisihan antara buruh migran dan Perusahaan Penempatan
Pekerja Migran Indonesia secara cepat, sederhana, dan mudah. Lembaga ini dapat
berada di bawah BNP2TKI di tingkat kotamadya atau kabupaten sehingga dapat
diakses lebih mudah oleh buruh migran dan prosesnya tidak terlalu lama seperti
di pengadilan. Dengan meminta buruh migran menggugat melalui pengadilan, sama
halnya pemerintah tanggung jawabnya untuk melindungi buruh migran.
Untuk
itulah, LBH Jakarta sebagai anggota Jaringan Buruh Migran meminta pemerintah
dan DPR untuk membuka ruang diskusi lagi agar pasal-pasal penegakan hukum dan
sanksi dapat diharmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lain dan
memastikan mekanisme bantuan hukum dan penyelesaian sengketa yang cepat dan
berbiaya ringan untuk buruh migran.
Jakarta, 24 Oktober 2017
Eny
Rofiatul: 085711457214
Tidak ada komentar:
Posting Komentar