Laman

Translate

Tata Kelola Kelembagaan Perlindungan Buruh Migran Indonesia

Rilis Diskusi Tematik
“Tata Kelola Kelembagaan Perlindungan Buruh Migran Indonesia”
17 September 2015

Jaringan Buruh Migran (JBM) bekerja sama dengan Komnas Perempuan pada tanggal 17 September 2015 lalu menyelenggarakan diskusi tematik bertemakan “Kelembagaan Tata Kelola Buruh Migran untuk Perlindungan bagi Buruh Migran”. Stimulus munculnya diskusi ini didorong melalui adanya evaluasi bagi pelaksanaan perlindungan bagi buruh migran oleh kelembagaan yang mengurusi sektor ini. Belum dilaksanakannya audit terhadap PPTKIS menjadi alasan pertama urgensi diskusi ini. Berikutnya selain audit yang belum dilaksanakan, peran whistle blowing yang dimiliki oleh Kemenaker juga masih belum optimal. Belum ada mekanisme ataupun satgas yang melaksanakan perlindungan bagi buruh migran.

Savitri sebagai perwakilan Jaringan Buruh Migran (JBM) menyatakan bahwa rumusan kelembagaan dalam draft RUU Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) masih belum ada perbedaan signifikan dari tata kelola yang lama. Belum ada pelayanan satu pintu yang diatur dalam draft RUU ini. Menurut Savitri apabila tata kelola kelembagaan dapat mengoptimalkan peran satu pintu, maka beriktunya tata kelola kelembagaan dapat mencontoh negara lain seperti Filipina. Harapannya tentu mulai dari pra penempatan hingga advokasi permasalahan dan pemulangan terdapat unsur pemerintah yang dapat menjamin perlindungan bagi buruh migran.

Menanggapi diskusi yang informatif, Magdalena Sitorus, Komisioner Komnas Perempuan melihat bahwa masih terdapat tumpang tindih kewenangan dalam tata kelola kelembagaan buruh migran ini. Terkait pengawasan, Magdalena mempertimbangkan mekanisme pengawasan eksternal terhadap tata kelola kelambagaan yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Menambahkan pandangan Magdalena dari Komnas Perempuan, Wawan Kuswanto dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengatakan untuk fungsi pengawasan bisa diserahkan pada Naker di dalam negeri. Kalaupun tidak bisa maka lebih baik ada opsi untuk membuat lembaga baru. Sedangkan Daniel Awi dari Human Rights Working Group (HRWG) memiliki pandangan lain. Menurutnya pengawasan yang dimaksud yakni pengawasan di luar negeri di bawah kemenangan Kementerian Luar Negeri dengan adanya unsur Kemnterian Tenaga Kerja.

Diskusi bertemakan tata kelola kelembagaan ini masih belum dapat memberikan satu kesepakatan untuk dapat dirumuskan sebagai rekomendasi RUU PPTKILN. Forum diskusi merencanakan adanya sesi berikutnya untuk dapat mendiskusikan kembali mengenai tata kelola kelembagaan yang berpihak bagi perlindungan buruh migran. Sedikitnya ada tiga aspek tata kelola kelembagaan yang perlu menjadi perhatian bersama, yakni mulai dari regulasi, lembaga teknis dan pengawasan.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan